![]() |
Heridianto saat menyampaikan cara mengolah kotoran herwan menjadi pupuk organik |
BACADOLOE.COM, JEMBER - Mahasiswa
Kuliah Kerja Nyata (KKN) Posko 05 dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI)
Al-Utsmani Bondowoso menggelar sarasehan bertajuk "Pemanfaatan Kotoran
Hewan untuk Pupuk Organik: Solusi Ramah Lingkungan dalam Pertanian
Berkelanjutan". Kegiatan ini berlangsung di Balai Desa Sumber Wringin,
Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember dan dihadiri oleh puluhan masyarakat desa
yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan peternak. Kamis,
(20/03/2025).
Sarasehan ini bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pemanfaatan limbah ternak
menjadi pupuk organik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Dalam kegiatan
ini, mahasiswa KKN menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Heridianto
selaku Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) dan Riskiyanto, seorang praktisi
pertanian yang telah lama berkecimpung dalam pengelolaan pupuk organik.
Dalam paparannya,
Riskiyanto menjelaskan bahwa kotoran hewan, terutama dari sapi dan kambing,
memiliki kandungan unsur hara yang baik untuk tanaman. Namun, selama ini banyak
petani yang lebih memilih pupuk kimia karena dianggap lebih praktis, meskipun
dampaknya bagi lingkungan cukup signifikan.
"Kotoran hewan yang
selama ini dianggap sebagai limbah sebenarnya bisa diolah menjadi pupuk organik
yang kaya akan unsur hara. Pupuk organik ini bisa meningkatkan kesuburan tanah,
menjaga keseimbangan ekosistem mikro, serta mengurangi ketergantungan petani
pada pupuk kimia yang harganya semakin mahal,"
ujar Riskiyanto.
Ia juga menambahkan bahwa
penggunaan pupuk organik tidak hanya lebih murah, tetapi juga dapat menjaga
kesehatan tanah dalam jangka panjang. Sebab, penggunaan pupuk kimia secara
berlebihan bisa menyebabkan degradasi tanah, membuatnya menjadi keras dan kurang
subur.
Heridianto, selaku DPL
menjelaskan langkah-langkah sederhana dalam mengolah kotoran hewan menjadi
pupuk organik yang siap pakai. Ada beberapa metode yang bisa diterapkan di
antaranya adalah metode fermentasi dan pengomposan.
"Dalam metode
fermentasi, kotoran hewan dicampur dengan bahan tambahan seperti sekam padi,
serbuk gergaji, atau dedak. Kemudian, ditambahkan larutan EM4 (Effective
Microorganisms) untuk mempercepat proses fermentasi. Setelah didiamkan selama
beberapa minggu, pupuk siap digunakan," jelas Heridianto.
![]() |
Narasumber bersama peserta saat kegiatan Sarasehan di Balai Desa Sumber Wringin |
Sedangkan dalam metode
pengomposan, kotoran hewan ditumpuk dalam wadah atau lubang tanah lalu
dibiarkan mengalami proses pembusukan alami dengan bantuan mikroorganisme.
Cara ini membutuhkan waktu lebih lama akan tetapi hasilnya sangat baik untuk
tanah.
Kegiatan ini mendapatkan
respons yang sangat positif dari masyarakat Desa Sumber Wringin. Banyak petani
dan peternak yang tertarik untuk mencoba membuat pupuk organik sendiri setelah
memahami manfaatnya.
Salah satu peserta
sarasehan, H. Hairul seorang petani lokal mengaku mendapatkan wawasan baru
setelah mengikuti kegiatan ini.
"Selama ini saya
selalu membeli pupuk kimia karena tidak tahu cara mengolah kotoran ternak
menjadi pupuk. Ternyata, kalau diolah dengan benar, kotoran ternak bisa menjadi
pupuk yang bagus dan murah," ujarnya.
Selain manfaat bagi
pertanian, pupuk organik ini juga memiliki potensi ekonomi bagi masyarakat.
Heridianto menjelaskan bahwa jika dikelola dengan baik, petani bisa memproduksi
pupuk dalam jumlah besar dan menjualnya ke petani lain atau bahkan ke toko pertanian.
"Jika masyarakat
bisa mengembangkan usaha pupuk organik ini, tentu bisa menjadi sumber
penghasilan tambahan. Saat ini, permintaan pupuk organik semakin meningkat
karena banyak petani mulai sadar akan pentingnya pertanian ramah
lingkungan," tambahnya.
Mahasiswa KKN Posko 05
berharap agar ilmu yang dibagikan dalam sarasehan ini bisa terus diterapkan
oleh masyarakat. Salah satu mahasiswa KKN, Maghfiroh menyatakan bahwa kegiatan
ini merupakan bagian dari upaya mereka dalam mendukung pertanian berkelanjutan
di pedesaan.
"Kami berharap ilmu
yang kami bagikan tidak hanya berhenti di sini, tetapi bisa diterapkan dan
dikembangkan lebih lanjut oleh masyarakat. Kami juga siap membantu jika ada
warga yang ingin belajar lebih dalam tentang cara membuat pupuk organik,"
ujar Maghfiroh.
Sebagai tindak lanjut
dari kegiatan ini, mahasiswa KKN berencana untuk melakukan pendampingan kepada
petani yang ingin mulai mengolah pupuk organik sendiri. Mereka juga akan
membantu masyarakat dalam mencari pasar bagi pupuk organik yang dihasilkan.
Sarasehan ini menjadi bukti bahwa program KKN tidak hanya memberikan pengalaman belajar bagi mahasiswa, tetapi juga membawa manfaat nyata bagi masyarakat. Dengan pemanfaatan kotoran hewan sebagai pupuk organik, diharapkan sektor pertanian di Desa Sumber Wringin semakin maju dan ramah lingkungan. (*)