Prof Haris Jadi Narasumber RUU Pembinaan Hukum Nasional, "Fokus Utama Kita Adalah Penguatan Posisi Hukum Islam"

Prof Haris, Guru besar UIN KHAS Jember saat menjadi narasumber

Bacadoloe.com - Dalam rangka mengintegrasikan hukum agama ke dalam hukum nasional, perlu dilakukan pembinaan hukum yang memperkuat posisi hukum agama itu sendiri. Demikian disampaikan oleh Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara -Hukum Administrasi Negara, Prof. Dr. H M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., dalam kegiatan Dengar Pendapat (Hearing) dengan tema “Partisipasi Bermakna (Meaningful Participation) Dalam Rangka Penyusunan Rancangan Undang-Undang Tentang Pembinaan Hukum Nasional” oleh BPHN di Gedung Auditorium Rektor Lantai 3 Universitas Jember, pada Jumat (24/11/2023).

“Fokus utama kita adalah menguatkan posisi hukum Islam agar terintegrasi ke dalam hukum nasional diantara hukum lain seperti Hukum Eropa dan Hukum Adat. Oleh karena itu, hukum Islam harus diarahkan untuk menjadi hukum yang mandiri dan dapat diambil nilai-nilainya agar bisa berlaku secara universal,” tutur Prof Haris yang juga sebagai Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember. 

Dalam konteks sistem hukum nasional yang ada, pembinaan dibutuhkan di semua tahap, mulai dari pembentukan, pelaksanaan, penegakan, hingga revaluasi. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) memiliki peran penting dalam memberikan pembinaan kepada hukum agama.

“Pilihan pembinaan harus dilakukan dengan mempertimbangkan konteks pembentukan, seperti mengadakan kajian living law oleh organisasi masyarakat (ormas) untuk hukum Islam yang lebih inklusif. Hal demikian juga agar hukum Islam tidak bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena dapat memahami dan mengakomodasi kemajemukan di negara ini,” tambah Prof Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pelatihan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur. 

Lebih lanjut Prof Haris menambahkan, pembinaan hukum Islam juga harus didorong aktif melibatkan partisipasi masyarakat, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 

“Peraturan perundang-undangan telah menegaskan bahwa perlu adanya peran aktif dari berbagai pihak, tokoh atau organisasi masyarakat untuk memberikan masukan dalam melakukan pembinaan hukum agama,” jelas Prof Haris yang juga Direktur World Moslem Studies Center (WOMESTER).

Hukum Islam yang berlaku di Indonesia harus progresif, tidak hanya berdasarkan pada teks Alquran dan Hadis semata, melainkan juga perlu kajian komprehensif yang dilakukan oleh para ulama terhadap kajian Ushul Fiqih dan Maqashidus Syariah.

“Tujuannya adalah membawa hukum Islam pada kemaslahatan dan kemanfaatan yang lebih baik dan luas, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan nilai-nilai kemanusiaan, baik di dunia maupun di akhirat,” tambah Prof Haris yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember. 

Terakhir, Prof Haris menekankan perlunya memberikan ruang yang lebih luas pada partisipasi masyarakat sesuai dengan UU No. 12 tahun 2011, termasuk pentingnya kehati-hatian pemerintah dalam mengundangkan hukum agar tidak bertentangan dengan nilai dan keyakinan umat Islam.

“Para pengkaji hukum Islam juga diharapkan terus memperkaya pengembangan hukum Islam dengan memasukkan kajian perspektif Maqashid Syariah, menjadikan hukum Islam modern dan sesuai dengan tuntutan zaman,” pungkasnya.


Pewarta : Edi Supriyanto

Editor : Nys

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama