Tepat Hari Ini! Sejarah Pertempuran 23 November Peristiwa Gerbong Maut Bondowoso

Monumen bersejarah Gerbong Maut Bondowoso

Bacadoloe.com - Pada 23 November 1947, tepat hari ini 71 tahun lalu, puluhan orang tewas karena disekap di sebuah gerbong kereta yang berangkat dari stasiun Bondowoso. Mereka yang ada di dalam gerbong adalah para pejuang Republik yang ditangkap Belanda. Peristiwa itu kemudian dikenang dengan sebutan tragedi Gerbong Maut Bondowoso.

“Peristiwa Gerbong Maut terjadi pada 23 November 1947 ketika 100 orang Indonesia yang ditawan oleh Belanda diangkut dari stasiun KA Bondowoso ke Wonokromo (Surabaya) dengan tiga buah gerbong barang yang tertutup rapat,” catat buku Monografi Daerah Jawa Timur - Volume 1-2 (1977).

Peristiwa Gerbong Maut itu terjadi beberapa bulan setelah Agresi Militer Belanda I yang berlangsung pada 21 Juni 1947. Kuatnya gempuran-gempuran tentara Belanda, yang didukung persenjataan yang lebih canggih, membuat banyak pasukan pro-Republik berantakan.

Salah satu pasukan Republik yang tak kuasa menahan gempuran Belanda adalah pasukan bernama Semut Merah. Salah seorang anggotanya yang bernama Boengkoes kemudian bergabung dengan Batalyon Andjing Laut di Bondowoso.

Nama Boengkoes belakangan dikaitkan dengan Peristiwa G30S yang menewaskan M.T. Haryono. Dalam pengakuan Boengkoes kepada Ben Anderson, yang dirilis di jurnal Indonesia No. 78 (Oktober 2004) dengan judul "The World of Sergeant Major Boengkoes", banyak pasukan republilk yang terbunuh dan mereka yang selamat pun mengungsi ke daerah pegunungan.

Tentu saja dalam operasi tentara Belanda itu banyak pejuang yang tertangkap. Di antara pejuang Indonesia yang tertangkap terdapat Koeswari. Dia seorang Komandan Polisi Maesan, Bondowoso. Menurut keterangan dari buku Sejarah Revolusi Kemerdekaan di Jawa Timur (1991), Koeswari tertangkap berkat laporan orang-orang Indonesia yang menjadi mata-mata Belanda.

Koeswari dibawa ke kantor bagian keamanan Brigade Marinir Belanda alias Veiligheids Dienst Mariniers Brigade (VDMB) di Jalan Jember, Bondowoso, pada 14 November 1947. Menurut Gert Oostindie dan kawan-kawan dalam Serdadu Belanda di Indonesia 1945-1950 (2016), VDMB adalah “badan intelijen yang terkenal dengan penanganan keras”.

Kebanyakan, milisi pejuang Republik yang tertangkap mendapat siksaan berat dari serdadu-serdadu Belanda, baik itu serdadu KNIL yang kebanyakan warga Indonesia, maupun bule-bule Belanda yang tergabung dalam Angkatan Darat maupun Marinir Belanda.

Area Tapal Kuda, yang berada di bagian timur Provinsi Jawa Timur, termasuk Bondowoso, menjadi wilayah operasi Marinir Belanda yang pernah dilatih Amerika. Beberapa foto kekejaman marinir Belanda saat itu tersebar di dunia maya.

Koeswari pun tak luput dari penyiksaan serdadu Belanda. Dari kantor VDMB di Jalan Jember, pada 15 November, bersama tawanan lain Koeswari digelandang ke penjara Bondowoso. Seminggu lebih dia mendekam di sana.

Tawanan lain yang baru datang adalah Singgih yang tertangkap pada 20 September 1947 setelah rumahnya dikepung. Selain disiksa, Singgih disekap berhari-hari di WC. Setelah dirasa cukup disekap di WC, Singgih lalu disatukan dengan banyak tawanan lain ke Penjara Bondowoso.

Para tawanan masih diberi makan oleh penjaga penjara, setidaknya sampai Sabtu sore 22 November 1947 itu. Setelah makan, mereka dimasukkan ke dalam sel masing-masing. Beberapa tawanan ada yang mulai sibuk berkemas, walau tak tahu akan dipindahkan ke mana. Tidak ada yang tahu jika makan sore itu akan menjadi makan terakhir mereka.


Pewarta : Eru

Editor : Nys

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama