Gunung Patirana, saksi bisu perjuangan tentara Indonesia melawan Belanda di Bondowoso |
Bacadoloe.com - Patirana adalah nama sebuah dusun di desa Wonosari Kecamatan Grujugan Kabupaten Bondowoso.
Disamping dijadikan nama gunung di Bondowoso, ternyata Patirana menyimpan sejarah yang luar biasa, yang mungkin banyak yang tidak tau ceritanya.
Tidak hanya perang 10 November 1945 di Surabaya yang berurusan dengan penjajah Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, melainkan di Bondowoso juga sama, yang kita kenal dengan perang Patirana.
Perang Patirana itu merupakan perang gerilya pasca kemerdekaan, tepatnya pada Tahun 1949 silam.
Dalam sejarahnya tercatat, pada tahun 1949 Jenderal Sudirman meminta tentara kembali ke basis masing-masing karena tentara Belanda mengkhianati janjinya dengan Indonesia yang disebut perjanjian Renville.
Perjanjian Renville sendiri adalah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang terjadi pada tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Januari tahun 1948.
Pada awalnya BKR (Badan Keamanan Rakyat) ada di Kabupaten Bondowoso. Sementara hasil Perjanjian Renville Bondowoso diperintahkan agar dikosongkan dari TNI.
Perjanjian Renville diadakan untuk menyelesaikan perselisihan atas Perjanjian Linggarjati tahun 1946 yang berisi batas antara wilayah Indonesia dengan Belanda yang disebut Garis Van Mook.
Karena perjanjian Renville tersebut para TNI mematuhi perjanjian itu karena ada perjanjian lain yang seakan-akan menguntungkan untuk Indonesia.
Karena perjanjian tersebut tentara Indonesia yang ada di Bondowoso hijrah ke Blitar dengan menaiki kereta api.
Karena kekosongan Tentara Indonesia di Bondowoso, pihak Belanda diketahui sewenang-wenang dan menangkap sembarang orang yang dirasa mencurigakan dan akan melawan.
Penjara di Bondowoso sampai penuh dengan tawanan karena ulah Belanda yang menangkap warga Bondowoso secara sembarangan dan terjadilah peristiwa Gerbong Maut yang sampai saat ini monumennya masih ada di alun-alun Bondowoso.
Mengetahui Belanda berbuat onar dan menahan warga, lantas Jenderal Sudirman memerintahkan tentara Indonesia kembali ke basis masing-masing termasuk Bondowoso.
Pada saat itu juga tentara Indonesia kembali ke Patirana yang merupakan markas Batalyon 26. Tetapi waktu itu tidak punya asrama, hanya gunung yang dijadikan tempat bermarkas.
Dalam pasukan Batalyon 26 merupakan gabungan dari tentara bentukan Jepang. Ada Peta atau Tentara Sukarela Pembela Tanah Air, Heiho, dan Laskar Hizbullah yang dipimpin langsung oleh Magenda.
Saat ada instruksi dari Jendral Sudirman, pasukan Indonesia Pada perang Patirana menggunakan taktik gerilya untuk melawan pasukan Belanda.
Pasukan Indonesia berjalan kaki dari Blitar ke Bondowoso demi mempertahankan kedaulatan negeri ini.
Kedatangan tentara Indonesia ke Patirana diketahui mata-mata Belanda. Kemudian Belanda mendekat dan menyerang.
Sesampainya di Patirana, terjadilah pertempuran antara pasukan Belanda dan tentara Indonesia yang mengakibatkan gugurnya 38 pejuang, dari rakyat yang jadi sukarelawan dan TNI.
38 orang yang gugur dalam Perang Patirana sekarang dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan yang berada di Kota Kulon Bondowoso.
Pewarta : Nur
Editor : Nys