Potret Pertempuran Roeslan Abdulgani Pada 10 November, Rakyat Surabaya Tewaskan Dua Jenderal Besar Inggris

Roeslan abdulgani dalam pertemuan internasional bersama perwakilan negara tetangga

Bacadoloe.com - Dalam pertempuran di Surabaya pada peristiwa 10 November 1945, inggris harus rela kehilangan dua jenderal terbaiknya. Pertempuran pecah setelah rakyat Surabaya dengan gigih dan semangat membara, melawan pasukan Sekutu yang didalamnya terdapat pasukan Inggris. 

Setelah peperangan tersebut, Inggris mengatakan bahwa itu sebagai perang yang paling berat setelah perang dunia II. Pertempuran yang panjang dan sangat melelahkan, meskipun hanya melawan rakyat sipil Surabaya tanpa persenjataan yang memadai. 

Saking hebatnya perlawanan tentara dan milisi Indonesia di Surabaya, pasukan Inggris menyebut Surabaya sebagai neraka di timur Jawa. Media terkemuka Amerika Serikat, New York Times, edisi 15 November 1945 memasukkan kutipan serdadu Inggris itu dengan sebutan “The Battle of Surabaya”. 

Sedangkan (Alm) Roeslan Abdulgani menyebut peristiwa 10 November itu sebagai malapetaka yang sangat mengerikan. Pertempuran yang kemudian memenggal arah sejarah Surabaya, dan awal perjalanan rute kemerdekaan Indonesia.

Roeslan Abdulgani dikenal sebagai tokoh penting atas terselenggaranya KAA Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955. Jiwa nasionalisme yang ditanamkan oleh ayahnya sejak kecil membuat pria yang akrab disapa Cak Roes ini memahami arti dari sebuah keberagaman.

Arek asli Suroboyo ini sempat terlibat dalam pertempuran yang terjadi pada tanggal 10 November 1945, ketika pasukan sekutu mendarat di Surabaya. Pertempuran antara sekutu dan rakyat surabaya ini memaksa Cak Roes untuk menyingkir dari Surabaya menuju Malang. Di sana, ia ditunjuk menjadi Sekertaris Jenderal Menteri Penerangan pada tahun 1947-1954. Cak Roes memperoleh gelar Jenderal TNI Kehormatan Bintang Empat, Bintang Mahaputra.

Sempat memiliki cita-cita menjadi anggota militer pada masa remaja namun tak tercapai, karena pada masa itu sekolah militer hanya dikhususkan bagi anak-anak priyayi, Roeslan lantas mendaftarkan diri di sekolah keguruan khusus warga Eropa (Openbare Europese Kweekschool). Namun, sebagai anggota Indonesia Muda, ia harus rela dikeluarkan dari sekolah tersebut.

Menjelang akhir Oktober 1945, Sekutu mendaratkan pasukannya di Surabaya dengan agresif melancarkan serangan. M Jasin bahkan mengungkapkan bahwa pos polisi di Bubutan Surabaya dikuasai oleh penjajah. Semua anggota pasukan republik berhasil dilucuti. 

Kabar tersebut kemudian mendorong M Jasin memerintahkan Luwito dan Gontah, serta dilengkapi senjata lapis baja untuk merebut kembali pos tersebut. Serangan yang dilakukan pasukan Gontah berhasil memporak-porandakan tentara Sekutu yang berjumlah 350 orang.

Kebanyakan pasukan Inggris adalah Gurka. Mereka memohon dikasihani setelah takluk di tangan pasukan Luwito dan Gontah.

Salah satu cara untuk dapat memberikan perlawanan kepada Sekutu, mau tidak mau militer dan rakyat Surabaya harus mendapatkan senjata. Meskipun harus dengan merebut persenjataan milik Jepang. Apalagi, mereka mengetahui balatentara Jepang memiliki gudang peluru terbesar se-Asia Tenggara di Don Bosco. Gudang ini dijaga Dai 10360 Butai Kaitsutiro Butai di bawah pimpinan Mayor Hazimoto dengan kekuatan 16 orang Jepang, 1 peleton pasukan heiho.

Tewasnya Jendral Inggris ini karena diberondong senjata anti pesawat udara yang diawaki oleh Goemoen, dari kesatuan BPRS (Barisan Pemberontak Rakjat Soerabaja). Morokrembangan yang dulunya ada sebuah lapangan terbang telah menjadi saksi kegigihan para pejuang Indonesia untuk menjatuhkan pesawat yang dinaiki Jendral Robert Loder-Symonds.

Jenderal Inggris yang tewas di Surabaya ini kini dimakamkan di di Commonwealth War Cemetary, Menteng Pulo, Jakarta. Guy Loder Symonds adalah jenderal Inggris kedua yang tewas setelah Mallaby.


Pewarta : Eru

Editor : Nys

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama