Pondok Pesantren Tertua Di Madura, Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan

Salah satu Pesantren tertua, Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan Madura


Bacadoloe.com - Sejarah perkembangan Pondok Pesantren Syaikhona Mohammad Kholil Bangkalan, Madura Jawa Timur. Ponpes yang didirikan oleh Kiai Kholil Bangkalan yang lebih dikenal dengan sebutan Syaikhona Mohammad Kholil Bangkalan. 

Pondok Pesantren ini didirikan pada 1861 Masehi. Syaikhona Kholil mendirikan sebuah pesantren di daerah Cengkubuan, Bangkalan. Setelah putrinya, Siti Khatimah, dinikahkan dengan keponakannya sendiri, yaitu Muhammad Thaha atau lebih dikenal dengan Kiai Muntaha, Pesantren di desa Cengkubuan itu kemudian diserahkan kepada menantunya tersebut.

Kiai Kholil sendiri, pada tahun 1861 M mendirikan pesantren lagi di daerah Kademangan, hampir di pusat kota sekitar 200 meter sebelah barat alun-alun Kota Kabupaten Bangkalan. Letak pesantren yang baru itu, hanya selang 1KM dari pesantren lama dan desa kelahirannya. Pesantren yang terakhir ini kemudian dikenal sebagai Pesantren Syaikhona Kholil.

Dari pesantren di Kademangan inilah Kiai Kholil kemudian bertolak menyebarkan Islam di Madura sampai Jawa. Pada awalnya beliau membina agama Islam di sekitar Bangkalan. Baru setelah dirasa cukup baik, mulailah beliau merambah ke pelosok-pelosok yang jauh, hingga menjangkau seluruh Madura.

Kiai Kholil Bangkalan Madura sangat di segani oleh para Kiai dan ulama karena sangat alim. Beliau dilahirkan pada 11 Jumadil akhir 1235 Hijrah atau 27 Januari 1820 Masihi di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur.

Ketika Kiai Kholil menjadi ulama besar, kharisma dan namanya sangat dihormati di seluruh kalangan masyarakat Islam, khususnya kaum pesantren.

Kiai Kholil berasal dari keluarga Ulama dan digembleng langsung oleh ayah beliau menginjak dewasa. Kemudian beliau melanjutkan proses mencari ilmu diberbagai Pondok Pesantren. Sekitar tahun 1850, ketika usianya menjelang tiga puluh tahun, Kiai Kholil belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. 

Dari Langitan beliau pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok Pesantren Keboncandi.

Selama belajar di Pondok Pesantren tersebut, beliau belajar pula kepada Kiai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 KM dari Keboncandi. Kiai Nur Hasan sesungguhnya masih mempunyai pertalian keluarga dengan Mbah Kholil. 

Sewaktu menjadi santri, Kiai Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti  Alfiyah Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab), selain itu  juga beliau seorang Hafidz Al- Qur’an. Bahkan Kiai Kholil mampu membaca al-Qur’an dalam Qira’at Sab’ah (tujuh cara membaca al-Quran).

Pada tahun 1276 H /1859 M, Kiai Kholil Belajar di Makkah. Di Makkah Kiai Kholil Bangkalan belajar dengan Syeikh Nawawi Al-Bantani (Guru Ulama Indonesia dari Banten). 

Beberapa guru dari Kiai Kholil selama di Makkah diantaranya:

1. Syeikh Utsman bin Hasan ad- Dimyathi

2. Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan

3. Syeikh Mustafa bin Muhammad al-Afifi al-Makki

4. Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani

Beberapa sanad hadis yang asal muasal diterima dari Syeikh Nawawi al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi (Bima, Sumbawa). Kiai Kholil Sewaktu Belajar di Mekkah Seangkatan dengan KH Hasym Asy’ari, KH Wahab Hasbullah dan KH Muhammad Dahlan. 

Namun Ulama-ulama dulu punya kebiasaan memanggil guru sesama rekannya. Dan Kiai Kholil yang Dituakan dan dimuliakan diantara mereka.

Pewarta: Eru

Editor: Ady 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama