Lahirkan Tokoh Ulama Besar Nusantara! Berikut Profil Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Dan Para Pengasuhnya

Beberapa Ulama nusantara yang menjadi murid Syaikhona Kholil Bangkalan

Bacadoloe.com - Ulama besar dengan gelar Syaikhona, sebuah predikat yang tidak sembarang orang bisa mendapatkannya. Kiai Kholil Bangkalan diberi kehormatan gelar tersebut lantaran semua murid-muridnya menjadi ulama besar di Nusantara. Diantaranya adalah KH. Hasyim Asy'ari, KH. As'ad Syamsul Arifin dan lain sebagainya. Berkat para murid dari Kiai Kholil lahirlah pesantren-pesantren yang hebat dengan didikan para Kiai yang telah dididik langsung oleh Mbah Kholil. 

Pondok Pesantren Syaikhona Kholil benar-benar menjadi suluh bagi warga sekitar. Selama Ramadan, yang belajar di sana adalah santri luar yang sengaja mondok. Mereka ikut kajian pondok pesantren. Sebab, santri asli memang diliburkan selama Ramadan.

Usia para santri beragam mulai anak-anak muda hingga lanjut usia (lansia). Semuanya khusyuk menyimak penjelasan sang kyai. Itu adalah potret semangat santri dalam menimba ilmu. Tradisi yang turun-temurun tetap terjaga.

Seperti yang dipraktikkan Syaikhona Kholil. Dijalankan secara turun-temurun hingga generasi saat ini. Bahwa seorang santri harus menjaga adab ke Kyai atau guru. Sebab, adab adalah bagian dari karakter santri. “Ilmu bisa digali lewat buku. Tetapi, adab adalah soal karakter’’.

Adab tersebut juga pernah dicontohkan Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari saat mengabdi ke Syaikhona Kholil. Meski pernah sama-sama nyantri di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, KH Hasyim Asy’ari tetap patuh ke Syaikhona Kholil. “Beliau adalah sokoguru bagi sejumlah tokoh besar di Pulau Jawa.

Pondok Pesantren Salafiyah Syaikhona Mohammad Kholil I Bangkalan ini menggunakan pendekatan fenomenologi yang di dalam pandangan sosiologi Ritzer masuk pada kuadran keempat yaitu mikro-subyektif. Berdasarkan data penelitian yang ditemukan. Pesantren ini menyelenggarakan pendidikan agama Islam ke dalam dua program pendidikan dengan tujuan untuk membentuk santri yang beriman, bertaqwa dan berakhlaq al karimah.

Kedua program tersebut ialah ma’hadiyah dan madrasiyah. Dalam kedua program pendidikan ini buku rujukan pembelajaran hampir semuanya menggunakan kitab kuning, kecuali mata pelajaran Aswaja (Ahlussunnah Wal Jamaah), yang dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran al-Qur’an dan al-Hadist, fiqh, tauhid, akhlaq, bahasa Arab dan sejarah Islam.

Untuk memperoleh barokah ini santri harus patuh kepada ajaran agama Islam yang diwujudkan menjadi ketaatan kepada nabi Muhammad, sebagai pesuruh Allah, kemudian, kepada sahabat dan para pengikutnya, yaitu ulama (orang ahli agama; bisa disebut kiyai, tuan guru dan sebagainya). Ketundukan pada ulama ditunjukkan dengan ketundukan pada peraturan pesantren dan cinta kepada kyai (ulama) yang dipercaya memiliki karomah. Wujud daripada cinta dan tunduk kepada ulama juga diwujudkan si belajar (santri) dalam kehidupan keseharian di pesantren dengan tirakat yaitu menahan lapar dan amarah serta hidup prihatin selama berada di pesantren.

Pengasuh Pondok Pesantren Syaikhona Kholil

1. KH. Kholil Bangkalan

2. KH. Abdul Fattah bin Nyai Aminah binti Nyai Mutmainnah binti Imron bin Kholil

3. KH. Fakhrur Rozi bin Nyai Romlah binti Imron bin Kholil

4. KH. Abdullah Sahal bin Romlah binti Imron bin Kholil.

5. KH. Fakhrillah Sahal bin Abdullah Sahal.

6. RKH. Fakhrudin Aschal

Dalam pelaksanaan pembelajaran agama Islam, di pesantren ini tidak dikenal dengan adanya dokumen kurikulum sebagaimana pendidikan formal lainnya di Indonesia, juga tidak dikenal adanya sistem evaluasi belajar dan kenaikan kelas oleh guru atau pengasuh. Penilaian hasil belajar dan kenaikan kelas ditentukan sendiri oleh santri dengan melakukan evaluasi sendiri apakah dia mampu membaca dan memahami kitab-kitab yang dipelajari atau tidak.

Pelaksanaan strategi bandongan dan sorogan dilakukan dengan kiyai atau ustadz sebagai pemberi informasi utama dan tanpa adanya tanya jawab dan interaktif. Sedangkan pembahasan hasil pembelajaran dari sorogan dan bandongan di lakukan santri dengan strategi lain yaitu musyawarah, muhawarah dan muhadloroh. Dimana kegiatan tersebut dilakukan sesama santri dengan dipandu oleh ustadz atau santri senior, yang diadakan di musholla atau serambi-serambi pondok.

Fakta tersebut memperlihatkan bahwa pesantren ini merupakan lembaga pendidikan yang berorientasi pada pembentukan santri yang memiliki kemampuan ilmu agama. Tidak hanya itu, tapi mampu mengejawantahkan ilmunya ke dalam bentuk perbuatan sehingga dapat menjadi muslim yang beriman, bertaqwa dan berakhlaq al karimah (bermoral baik).


Pewarta : Eru

Editor : Nys

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama