Foto ilustrasi pengisian bahan bakar |
Bacadoloe.com - Pada saat ini nilai tukar rupiah kembali anjlok melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (14/10/2022).
Dalam keadaan ketidakpastian global yang masih menyelimuti pasar keuangan Indonesia akibat isu resesi yang terus mencuat ini kembali memberikan efek bagi Indonesia khususnya dibidang ekonomi.
Berpedoman pada data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka, rupiah menguat tipis 0,03% ke Rp 15.355 per US$. Pukul 11.00 WIB rupiah terpantau rupiah berbalik arah dan melemah 0,13% ke Rp 15.380 per US$.
Pada detik akhir penutupan perdagangan rupiah tembus ke Rp 15.425 per US$, melemah 0,42% di pasar spot, sekaligus menjadi posisi terlemah dalam 2,5 tahun terakhir pada saat ini
Dengan semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, akan berdampak buruk bagi harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri.
Ada beberapa informasi bahwasanya harga bahan bakar mentah dunia turun, masyarakat Indonesia besar harapan kalau harga bahan bakar pertalite juga ikut turun.
Selain harga minyak yang menjadi penentu, nilai tukar rupiah juga merupakan salah satu faktor utama penentu harga jual BBM di Tanah Air.
Akan tetapi dengan anjloknya nilai tukar rupiah, ini menjadi hal yang tidak mungkin BBM turun harga.
Karena pada saat ini posisi rupiah tersebut sudah jauh melebihi asumsi kurs dalam perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sesuai Peraturan Presiden No.98 tahun 2022 yang dipatok Rp 14.450.
Hal seperti ini bukan tanpa alasan, status Indonesia sebagai negara pengimpor minyak atau net importir mau tak mau sangat bergantung pada pembelian dari luar negeri yang tentunya menggunakan dolar AS.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov mengatakan, kondisi ini bisa memengaruhi harga keekonomian BBM, khususnya Pertalite.
"Saya pikir yang juga fundamental mempengaruhi harga keekonomian BBM khususnya Pertalite adalah stabilitas nilai tukar kita. Nilai tukar Rupiah kita kan sekarang sudah 15.300-an, masih ada risiko lemah," ungkap Abra belum lama ini.
Pewarta: Ady
Editor: Nys