Foto Didier Drogba mantan pemain Chelsea dan Pantai Gading |
Bacadoloe.com - Kualifikasi Piala Dunia 2006 menjadi sebuah momen bersejarah untuk rakyat Pantai Gading. Dengan skuad "Generasi Emas" yang dimiliki, mereka memikul beban untuk menciptakan sejarah lolos pertama kalinya ke turnamen terakbar tersebut.
Skuad Pantai Gading saat itu diisi oleh nama-nama mentereng dalam tren positif. Tim yang dipimpin oleh Didier Drogba tersebut, disokong oleh rekan-rekannya seperti Kolo Toure, Emmanuel Eboue, dan Didier Zokora yang tengah bersinah di Premier league.
Sedangkan Yaya Toure saat itu masih bermain di Yunani membela Olympiakos dan masih dianggap mentah. Meskipun menelan kekalahan dua kali dari Kamerun di babak kualifikasi, mereka tetap sangat dekat dengan sejarah saat turun ke lapangan malam itu.
Namun, selain berada diambang sejarah dan bermain di Piala Dunia untuk pertama kalinya. Di negara asal para pemain tersebut, terjadi sebuah perang saudara mulai pada tahun 2002 yang membuat negara Pantai Gading tersebut terbelah. Presiden Laurent berusaha mengendalikan faksi pemberontak yang dikenal pasukan baru Pantai Gading, yang dipimpin oleh Guillaume Soro.
"Mengerikan. Ketika saya menelpon saudara perempuan saya, saya bisa mendengar suara tembakan di luar rumah. Mereka semua bersembunyi dibawah tempat tidur selama empat hari, dan hanya keluar untuk mencari makanan", Ujar Gnahore mantan pesepakbola Pantai Gading.
Pertempuran tersebut pecah pada 19 September 2002. Para pemberontak menyerang berbagai kota di seluruh negeri. Hal tersebut diakui sangat menakutkan dan mengkhawatirkan. Bahkan suara tembakan di luar rumah sangat terdengar dari telepon.
"Yang saya pedulikan hanya lah apakah keluarga saya akan baik-baik saja. Itulah satu-satunya kekhawatiran yang saya miliki setiap pagi." Ungkapnya.
Ketegangan yang terjadi di Pantai Gading berlangsung sengit namun singkat. Karena kedua belah pihak sempat berdamai, sebagian besar dari pertempuran tersebut, telah berakhir pada tahun 2004. Namun, ketegangan kembali meningkat saat masuk di tahun 2005.
Didier Drogba direkrut oleh Chelsea pada tahun 2004 dengan biaya transfer sebesar £ 24m. Selama sembilan tahun berkarir di Inggris, berbagai macam prestasi ia torehkan bersama The Blues. Hal tersebut membuat ketajaman striker Pantai Gading tersebut tidak diragukan lagi. Ia dikenal dengan seorang striker yang efektif, kuat dalam berduel dan brutal di depan gawang lawan.
Bukti torehan prestasi Didier Drogba cukup mentereng. Drogba berhasil mempersembahkan empat gelar Liga Inggris, empat trofi Piala FA, tiga Piala Liga, dan satu medali juara Liga Champions. Hal tersebut pun diakui oleh manager Arsenal saat itu, Arsene Wenger yang menyebut Drogba sebagai seorang striker yang buas seperti binatang dan merupakan pemenang sejati.
"Dia adalah seorang pemenang dan dia akan seperti itu sampai akhir hayatnya." Ujar Arsene Wenger.
Oktober 2005, Pantai Gading melawan Sudan. Pertandingan tersebut menjadi penentuan, mental Drogba menjadi taruhan pada malam tersebut. Skor tersebut berakhir 1-1, sehingga harus menunggu hasil pertandingan antar Kamerun melawan Mesir.
Para pemain Pantai Gading mulai melihat mereka akan berlaga di Piala Dunia untuk pertama kalinya. Drogba yang berdiri ditengah, dikelilingi oleh rekan satu timnya. Sebelum akhirnya, mendapat kabar dari radio saat itu bahwa Kamerun mendapatkan hadiah penalti saat memasuki injury time.
Kejutan terjadi, setelah sepakan penalti dari Pierre Wome membentur tiang kiri dan melebar. Pertandingan usai, dan para pemain Kamerun pun bingung dan sedih seolah tidak percaya di area penalti, beberapa dari mereka menutupi mata mereka, beberapa yang meratapi dengan menarik kaos bajunya. Disisi lain, para pemain Pantai Gading bersorak gembira. Untuk pertama kalinya mereka lolos dan akan bermain di level tertinggi sepakbola Internasional.
"Pria dan wanita dari utara, selatan, tengah dan barat, kami membuktikan bahwa hari ini semua orang Pantai Gading dapat hidup berdampingan dan bermain bersama dengan tujuan yang sama, yakni lolos Piala Dunia." Ujar Drogba.
Untuk semua drama sepakbola yang berlangsung malam itu, peristiwa paling dahsyat tidak terjadi di tengah lapangan. Melainkan terjadi di ruang ganti yang sempit di Stadion Al-Merrikh. Doa pasca pertandingan di pimpin oleh Drogba, sudah menjadi ritual sendiri tapi kali ini berbeda. Mereka mendoakan untuk kebaikan negara mereka.
"Kami berjanji kepada Anda bahwa perayaan itu akan menyatukan orang-orang, hari ini kami mohon (sambil berlutut), Satu-satunya negara di Afrika dengan begitu banyak kekayaan tidak boleh turun untuk perang. Tolong letakkan senjata anda dan adakan pemilihan," Ujar sang kapten.
Tahun berikutnya, sebuah pengumuman luar biasa dibuat oleh Didier Drogba. Saat itu, ia melakukan tur di daerah yang dikuasai pemberontak di tanah airnya setelah mengklaim penghargaan pemain terbaik Afrika.
Didier Drogba berhasil menghentikan perang yang sudah lama berlangsung. Dia tidak menyangka bahwa perang yang sudah cukup mengakar bisa berhenti karena kelolosan timnya menuju Piala Dunia.
Pewarta: Khoirus
Editor: Ady