Akibat Banjir Bandang Dan Longsor, Made Krisna Kritik Keras Kebijakan Pemerintah Bali

Para staf Walhi Bali di salah satu acara seminar


Bacadoloe.com - Made Krisna Dinata mengkritisi dengan lantang proyek yang bertolak belakang dengan mitigasi perubahan cuaca. Meskipun begitu, ia juga tidak menangkal bahwa ada pula faktor perubahan iklim (climate change), serta pemanasan global akibat kenaikan suhu permukaan bumi (global warming).

Namun, Made menekankan bahwa bencana yang terjadi tidak serta merta terjadi hanya karena faktor alam. Menurut Direktur Walhi Bali tersebut, sejatinya ada efek domino dari alih fungsi lahan yang mengabaikan ancaman cuaca ekstrem akibat perubahan iklim itu.

"Kami di sini mengkritisi beberapa proyek-proyek yang memang memiliki andil besar dalam perubahan ahli fungsi lahan salah satunya proyek jalan tol Gilimanuk-Mengwi," Ujar Krisna.

Made Krisna Dinata juha memberikan contoh, bahwa kebijakan pemerintah atas upaya perlindungan Hutan Bakau atau Hutan Mangrove di wilayah pesisir. 

Selain itu, Made Krisna juga mengkritisi berkurangnya keberadaan sawah yang memiliki sistem irigasi pengaturan air. Ia menyayangkan dengan subak yang dikorbankan demi Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi.

Dia mengutip dari kerangka acuan analisis dampak lingkungan (KA Andal). Disebutkan bahwa proyek tol Gilimanuk-Mengwi yang beberapa ratus hektare di antaranya masuk ke dalam proyek tersebut. Dalam catatannya, setidaknya ada 98 titik subak yang terkena di sepanjang trase pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi.

"Jika ditambah dengan hilangnya 98 titik subak akibat beralih fungsi menjadi Jalan Tol maka jumlah subak akan berkurang terus menjadi 1.498 subak," Katanya.

Made Krisnamengatakan bahwa pakar pertanian Prof Windia, menyatakan Subak kian hari kian berkurang jumlahnya. Ia menerangkan subak sebagai fungsi saluran irigasi dan mendistribusi air yang turut menjaga dan mengatur sistem hidrologis air.

Ia menjelaskan, satu hektare sawah mampu menampung 3.000 ton air. Dengan catatan, apabila tinggi airnya mencapai 7 cm. Oleh karena itu, bila 480,54 hektare sawah hilang, maka akan ada 1.441.620 ton air yang tidak tertampung oleh persawahan.

"Salah satu contohnya adalah kasus banjir di Jembrana pada Oktober 2021," ujarnya.

Selain itu, Made Krisna juga menyoroti rencana pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove dan pesisir Sanur, Denpasar. Hal tersebut menurutnya yang akan mengurangi daya dukung dalam memitigasi bencana.

"Mangrove juga berperan besar dalam pengendalian perubahan iklim, melalui kemampuannya dalam menyimpan dan menyerap karbon 4 dan 5 kali lebih banyak dari hutan tropis daratan. Semua keunggulan ekosistem mangrove tersebut menjadi pertimbangan penting yang menyatu dengan upaya menjaga kestabilan tata kelola bentang alam dan perbaikan mutu lingkungan," Tutip Krisna.

Pewarta: Eru

Editor: Ady

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama